Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Dating ke Salemba
Sore itu
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi!’
(Taufiq Ismail, Tirani, 1996)
Dari tipografinya Nampak jelas bahwa bentuk karangan di atas adalah
puisi. Tema yang diungkapkan juga menunjukan struktur tematik puisi, karena
tulisan di atas tidak menunjukan uraian yang berkesenimbungan seperti di dalam
prosa.
Baris-baris yang diciptakan bukan kesatuan sintaktik, namun baris-baris
yang intens (terkonsetrasikan). Setelah membaca puisi tersebut, akan timbul
pertanyaan dalam hati kita, yakni: mengapa bunga, ini arti harfiah ataukah arti
lambang? Kata-kata: anak kecil, malu-malu, salemba, sore, ditembak mati, siang
tadi, dan sebagainya, apakah menunjukan makna lugas ataukah makna kias? Secara keseluruhan
struktur tematik sebuah puisi Nampak dalam karya atas. Ciri-ciri khas puisi
dalam struktur tematiknya kita dapati dalam penempatan makna kata-katanya yang
disamping menampilkan makna lugas dapat diurut makna kias atau makna
lambangnya.
Puisi di atas membicarakan peristiwa demontrasi mahasiswa pada tahun
1966 menentang Orde Lama. Tiga anak kecil memawikili golongan manusia lemah
yang masih suci dan murni hatinya, yang sebenarnya belum tahu apa-apa tentang
peristiwa demonstrasi itu. Tetapi, toh, mereka bertiga sudah mampu nyatakan
duka cita terhadap gugurnya mahasiswa yang ditembak mati oleh penguasa pada
waktu itu. Karenanya ketiga anak kecil itu membawa karangan bunga dengan
langkah malu-malu.
Tanda kedukaan dilambangkan dengan “pita hitam pada karangan bunga”. Penggambaran
kedukaan melalui tiga anak kecil lebih menyentuh hati pembaca. Pembaca tentu
tidak akan percaya bahwa lukisan itu menggambarkan kenyataan, sebab di
tengah-tengah demonstrasi mahasiswa saat itu tidak mungkin ada “tiga anak kecil
membawa karangan bunga ke Salemba”. Jadi semua pernyataan ini bermakna kias dan
melambangkan sesuatu maksud yang hendak dikemukakan oleh penyair.
Comments